Leang-leang
1. Selayang pandang
Prasejarah leang-leang merupakan objek wisata andalan kabupaten maros yang berada tidak jauh dari taman wisata alam air terjun bantimurung. Leang-leang dalam bahasa lokal yang berarti gua. Di sekitar taman prasejarah ini terdapat banyak gua yang memiliki peninggalan arkeologis yang sangat unik dan menarik.
Pada tahun 1950, Van Heekeren dan Miss Heeren Palm menemukan gambar gua prasejarah (rock painting) yang berwarna merah di Gua Pettae dan Petta Kere. Van Heekeren menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat yang di bagian dadanya tertancap mata anak panah, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan wanita dengan cat warna merah. Menurut para ahli arkeologi, gambar atau lukisan prasejarah tersebut sudah berumur sekitar 5000 tahun silam. Dari hasil penemuan itu, mereka menduga bahwa gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000-3000 sebelum Masehi.
Untuk melestarikan dan memperkenalkan gua-gua yang merupakan sumber informasi prasejarah tersebut, maka sejak tahun 1980-an pemerintah setempat mengembangkannya menjadi tempat wisata sejarah dengan nama Taman Wisata Prasejarah Leang-Leang. Saat ini, pemerintah setempat telah merencanakan membangun beberapa sarana dan prasarana di sekitar tempat wisata tersebut, seperti cottage, baruga (Gedung) pertemuan dan saluran air bersih.
B. Keistimewaan
Taman Prasejarah Leang-Leang yang terletak pada deretan bukit kapur yang curam ini merupakan obyek wisata yang memiliki nilai-nilai sejarah yang sangat menarik. Di tempat ini para pengunjung dapat menyaksikan berbagai macam peninggalan nenek moyang, seperti lukisan prasejarah berupa gambar babi rusa dan puluhan gambar telapak tangan yang melekat pada dinding-dinding gua. Gambar-gambar yang berwarna merah marum tersebut bahan pewarnanya terbuat dari bahan alami yang sulit terhapus. Menurut para ahli tangan, gambar telapak tangan tersebut adalah milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.
Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan berbagai peralatan yang terbuat dari batu, sisa-sisa makanan berupa tulang binatang dan benda-benda laut berupa kulit kerang yang berjumlah banyak. Di salah satu batu di mulut gua terlihat jelas kulit kerang terdapat menempel bersatu dengan batu gua itu. Para ahli memperkirakan bahwa berabad-abad lalu Kabupaten Maros merupakan lautan yang bersatu dengan Laut Jawa.
Di sekitar Taman Prasejarah Leang-Leang juga terdapat banyak gua-gua lainnya yang memiliki karakteristik berbeda dan menyimpan peninggalan prasejarah dengan masing-masing keunikannya, seperti: Leang Bulu Ballang yang menyimpan senjumlah mollusca, porselin dan gerabah, serta dinding-dindingnya dapat dimanfaatkan sebagai areal panjat tebing; Leang Cabu yang sudah sering dijadikan sebagai tempat latihan para pemanjat tebing, dan di hadapan mulut leang ini, tampak aktivitas pertambangan batu kapur serta hamparan sawah yang luas; dan Leang Sampeang yang memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh leang lainnya, yaitu terdapat gambar manusia berwarna hitam. Kesemua leang tersebut memiliki jarak yang relatif dekat antara satu dengan yang lainnya, sehingga mudah untuk dikunjungi.
C. Lokasi
Taman Prasejarah Leang-Leang terletak di Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
D. Akses
Taman Prasejarah Leang-Leang terletak sekitar 11 km dari Kota Maros. Jika berangkat dari terminal Daya Makassar menuju Pasar Maros, perjalanan dapat ditempuh selama 1 jam dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil pete-pete (mikrolet). Di Pasar Maros, kemudian naik pete-pete menuju Bantimurung. Di Bantimurung kemudian naik ojek selama 10 menit menuju Taman Wisata Leang-Leang.
E. Akomodasi dan Fasilitas
Di sekitar lokasi telah tersedia beberapa tempat menginap berupa wisma.
Peradaban manusia purba di gua leang-leang
Tanda peradaban yang sangat tua tersimpan di Taman Prasejarah Leang-Leang. Bukan fosil purba, melainkan lukisan di dinding gua. Para arkeolog memperkirakan, lukisan-lukisan itu dibuat 5.000 tahun silam. Ini adalah obyek wisata yang unik dan langka. Leang-leang merupakan bagian dari ratusan gua prasejarah yang tersebar di perbukitan cadas (karst) Maros-Pangkep. Leang dalam bahasa Makassar berarti gua (Bahasa Indonesia: liang yang berarti lubang). Obyek wisata prasejarah seperti Leang-leang jarang ditemui di dunia. Apalagi yang berada di kawasan karst luas. Gua-gua tersembunyi di antara batu-batu cadas yang menjulang dan kaya akan vegetasi serta biota. Lukisan dan peninggalan manusia prasejarah di Leang-leang memberikan petunjuk tentang peradaban nenek moyang manusia. Peninggalan arkeologis bercerita banyak hal. Adalah Van Heekeren dan Miss Heeren Palm, dua arkeolog Belanda, yang menemukan gambar-gambar pada dinding gua (rock painting) di Gua Pettae dan Petta Kere, dua gua di Leang-leang, pada tahun 1950. Gambar-gambar itu dominan berwarna merah. Mereka terkesima terhadap peninggalan prasejarah itu dan segera merekonstruksi cerita di balik pembuatan gambar-gambar itu.
Gua Pettae menghadap ke barat. Tinggi mulut gua delapan meter dan lebar 12 meter. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa lima gambar telapak tangan, satu gambar babi rusa meloncat dengan anak panah di dadanya, artefak serpih, bilah serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus menaiki 26 anak tangga. Sementara Gua Petta Kere berada 300 meter di sebelah Gua Pettae. Mulut gua menghadap ke barat. Terdapat teras pada mulut gua selebar satu atau dua meter yang berfungsi sebagai pelataran gua. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah dua gambar babi rusa, 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah, dan mata panah. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus mendaki 64 anak tangga.
Gambar-gambar pada dinding gua dan alat-alat yang mereka tinggalkan menceritakan kehidupan sosial mereka, termasuk aktivitas dari kepercayaan yang mereka anut saat itu. Salah satu gambar telapak tangan diperkirakan sebagai cap telapak tangan milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari. Ritual itu dilakukan sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.
Para arkeolog memperkirakan, gambar-gambar itu sudah berumur sekitar 5.000 tahun lebih. Gua-gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000- 3000 sebelum Masehi. Gambar-gambar yang berwarna merah marum terbuat dari bahan pewarna alami yang dapat meresap kuat ke dalam pori-pori batu sehingga tidak bisa terhapus dan bertahan ribuan tahun.
Keberadaan gua-gua tersebut juga menceritakan pola migrasi manusia prasejarah dan lingkungan saat itu. Pulau Sulawesi merupakan daerah lintasan strategis dalam jalur migrasi penduduk dari daratan Asia ke Pasifik selatan. Gua-gua adalah satu-satunya tempat yang ideal untuk berlindung, baik sebagai tempat tinggal ataupun sekedar transit. Sementara kulit-kulit kerang yang terdeposit di mulut gua menunjukkan, ketika manusia gua tinggal di tempat tersebut, permukaan air laut berada setinggi 80 meter dari daratan yang ada sekarang.
Pemandangan yang mengelilingi kawasan Leang-leang sangat indah. Yang paling terlihat adalah tebing-tebing curam yang menjulang tinggi. Ni Gan picnya bahwa manusia purba jaman dulu pernah tinggal di gua leang-leang silakan di lihat
Lokasi: Kelurahan Leang-Leang Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Luas Kawasan: sekitar 1,5 hektar
Jarak dan Waktu Perjalanan : Jarak yang harus ditempuh adalah 30 Km atau 1 jam dari Makassar ke Maros. Sedangkan jarak dari Maros ke lokasi situs adalah 13 Km atau sekitar 45 menit karena jalan yang dilalui kurang bagus. Jadi total keseluruhan jaraknya sendiri adalah 43 Km dan waktu perjalanan yang harus ditempuh adalah 2 jam.
Akses Kendaraan: Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Sedangkan jika ingin menggunakan pete-pete (angkot-red), rute yang harus ditempuh adalah: Pete-pete 05 - turun di Jalan Perintis Kemerdekaan - nyambung pete-pete jurusan Daya - turun di Terminal Daya - naik pete-pete jurusan Maros - turun di terminal Maros - naik pete-pete tujuan Bantimurung - turun di lorong menuju Leang-Leang - tiba di Leang-Leang. Bisa juga dengan langsung mengambil pete-pete jurusan Bantimurung dan turun di lorong menuju Taman Prasejarah Leang-Leang. Atau dengan mencarter mobil untuk menuju Taman Leang-Leang.
Hasil Pengamatan :
Taman Prasejarah Leang-Leang sebagai obyek wisata andalan Sulawesi Selatan, memiliki pemandangan yang cukup indah, dihiasi dengan tebing-tebing curam yang menjulang tinggi di sekitar taman, perkebunan di seberang jembatan yang ditanami sesuai musim serta pohon-pohon rindang. Memiliki hawa yang sejuk yang dipadukan dengan suara air sungai yang mengalir di taman prasejarah ini dan terdapat 4 gazebo yang bisa digunakan para pengunjung jika mengunjungi taman ini untuk sekedar duduk-duduk dengan keluarga atau pasangannya. Taman ini terdapat dua gua (leang) yang menjadi daya tarik utama para pengunjung. Dengan stalaktit indah yang terus meneteskan air.
Adapun dua gua tersebut adalah: Leang Pettae, terletak pada posisi astronomis 04º58'44.6"LS dan 119º40'30.5"BT dengan ketinggian 50 m dpl. Arah mulut gua menghadap ke sebelah barat dengan ukuran tinggi 8m dan lebar 12m. Suhu udara di dalam gua sekitar 30º C dengan kelembaban 70% dalam rongga gua, sementara kelembaban dinding gua berkisar antara 15% - 25%. Peninggalan-peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa 5 gambar telapak tangan, satu gambar babi rusa, artefak serpih bilah serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini kita harus menaiki beberapa tangga yang berjumlah 26 buah.
Gua ini merupakan awal dari penelitian-penelitian terhadap gua-gua prasejarah dan awal penemuan lukisan yang terdapat di Kabupaten Maros. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 1950 oleh Van Heekeren dan Miss Heeren Palm. Heekern menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat yang bagian dadanya terdapat mata panah menancap, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah.
Sejak itulah penelitian-penelitian di kawasan karst Maros-Pangkep dilakukan lebih intensif dan menghasilkan data yang melimpah tentang jejak hunian prasejarah di kawasan tersebut berdasarkan hasil pendataan terakhir yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar terdapat 100-an leang prasejarah yang tersebar di kawasan karst Maros-Pangkep.
Leang Petta Kere, berada 300 m di sebelah timur Leang Pettae pada posisi 04º58'43.2"LS dan 119º40'34.2"BT. Leang ini berada pada ketinggian 45 m dpl dan 10 m dpl. Meskipun berada pada tebing bukit, pada bagian pintu gua yang menghadap ke sebelah barat masih terdapat lantai yang menjorok keluar selebar 1-2 m dan berfungsi sebagai pelataran gua. Leang Petta Kere termasuk gua dengan tipe kekar tiang. Suhu udara di dalam gua sekitar 27 C dengan kelembaban rongga gua sekitar 65% sementara kelembaban pada dinding gua berkisar antara 17%-22%. Utuk mencapai gua ini kita harus menaiki anak tangga sebanyak 64 buah. Peninggalan yang ditemukan pada leang ini berupa 2 gambar babi rusa dan 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah dan mata panah
Mesolitihkum (batu tengah)
Ciri dari jaman ini adalah peralatan dari batu yang telah diasah bagian yang tajamnya. Jaman ini merupakan peralihan dari palleolithikum ke neolithikum. Yang menarik dari jaman messolithikum adalah ditemukannya tumpukan sampah dapur yang kemudian diberi istilah kjokkenmoddinger dan abris sous roche oleh penelitinya yaitu Callenfels (dijuluki bapak pra sejarah).
Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu, banyak dijumpai di pinggir pantai. Sedangkan abris sous roche adalah tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua. Cara hidup messolhitikum adalah sebagian masih food gathering dan berburu tetapi sebagian telah menetap dalam gua dan bercocok tanam sederhana (berladang) menanam umbi-umbian. Telah pula menjinakan hewan dan menyimpan hewan buruan sebagai langkah awal untuk berternak.
Mereka telah membuat gerabah, mengenal kesenian dalam bentuk lukisan di dinding gua (lukisan gua) ketika mereka telah menetap. Lukisan tersebut berupa gambar telapak tangan berlatar belakang warna merah, gambar babi rusa yang tertancap panah (di Gua Leang-leang – Sulsel), penelitinya dilakukan oleh Heekren Palm, 1950.
1. Sejarah Penemuan Gua Leang-Leang
Sebuah gua dengan stalaktif dan stalakmitnya yang menakjubkan dan apabila kita berada dalam gua tersebut serasa di alam mimpi..Beberapa kilometer sebelum jalan berbelok menuju ke Bantimurung terdapat Gua Leang Leang. Gua ini diperkirakan menjadi tempat kediaman manusia purba yang hidup di daerah ini pada masa 8000 hingga 30.000 tahun yang lalu. Di dalam gua terdapat lukisan tua yang dilukis pada dinding gua yang diperkirakan berusia 5000 tahun SM.
Di wilayah ini terdapat sedikitnya 60 gua. Salukan Karang adalah gua terbesar di wilayah ini dengan panjang mencapai 11 Km namun tidak semua pengunjung diperbolehkan masuk ke gua ini. Tempat yang disebut juga Taman Prasejarah Leang-leang ini terletak pada deretan bukit kapur yang curam dan para arkeolog berpendapat bahwa beberapa gua yang terdapat di sekitar kawasan tersebut pernah dihuni manusia yang ditandai dengan lukisan prasejarah berupa gambar babi rusa serta puluhan gambar telapak tangan yang ada pada dinding- dinding gua. Selain lukisan prasejarah, juga terdapat benda laut berupa kerang yang menandai bahwa gua tersebut juga pernah terendam dan dikelilingi oleh laut.
Obyek Wisata Alam Gua Pattunuang selain kaya akan stalaktit dan stalakmit yang menakjubkan, juga panorama alam sekitarnya sangat menawan dan indah. berbagai spesies flora dan fauna yang tergolong langka dapat dijumpai ditambah dengan bentangan pegunungan yang curam dan bertebing. Gua leang-leang mulai dipugar pada tahun 1977 lalu diresmikan 10 januari 1980 oleh Menteri Dr. Da’ Yusuf. Dan dijadikan taman wisata yang dilindungi.
2. Para Ahli Melakukan Penelitian Di Gua Leang-Leang
Gua ini merupakan awal dari penelitian-penelitian terhadap gua-gua prasejarah dan awal penemuan lukisan yang terdapat di Kabupaten Maros. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 1950 oleh Van Heekeren dan Miss Heeren Palm. Heekern menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat yang bagian dadanya terdapat mata panah menancap, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah. Sejak itulah penelitian-penelitian di kawasan karst Maros-Pangkep dilakukan lebih intensif dan menghasilkan data yang melimpah tentang jejak hunian prasejarah di kawasan tersebut berdasarkan hasil pendataan terakhir yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar terdapat 100-an leang prasejarah yang tersebar di kawasan karst Maros-Pangkep.
3. Peninggalan-Peninggalan Budaya Di Gua Leang-Leang
Leang Petta Kere, berada 300 m di sebelah timur Leang Pettae pada posisi 04º58'43.2"LS dan 119º40'34.2"BT. Leang ini berada pada ketinggian 45 m dpl dan 10 m dpl. Meskipun berada pada tebing bukit, pada bagian pintu gua yang menghadap ke sebelah barat masih terdapat lantai yang menjorok keluar selebar 1-2 m dan berfungsi sebagai pelataran gua. Leang Petta Kere termasuk gua dengan tipe kekar tiang. Suhu udara di dalam gua sekitar 27 C dengan kelembaban rongga gua sekitar 65% sementara kelembaban pada dinding gua berkisar antara 17%-22%. Utuk mencapai gua ini kita harus menaiki anak tangga sebanyak 64 buah. Peninggalan yang ditemukan pada leang ini berupa 2 gambar babi rusa dan 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah dan mata panah.
Yang ada didalam gua leang –leang adalah :
- Telapak tangan
- Gambar babi rusa yang didadanya terdaat tancapan panah
- Gamabar babi
- Alat-alat mata panah
- Kapak dari batu
- Oker untuk pewarna merah
- Fosil-fosil sisa makanan berpa kulit kerang
4. Arti Dan Makna Hasil-Hasil Budaya Di Gua Leang-Leang
Dari penemuan-penemuan yang didaptkan dalam gua leang-leang diperkirakan bahwa manusia yang hidup pada saman itu masih menggunakan alat pemotong tradisional, dan mereka sudah mengenal tentang berburu tapi masih pindah-pindah.
Gambar telapak tangan dipercaya sebgai penolak bala roh jahat yang akan mengganggu. Babai rusa yang didadanya tertancapa panah sebagai symbol saaat berburu bias berhasil. TElapak tangan yag berjari empat di yakini sebagai bentuk turut berkabung jika ada anggota yang meninggal.
ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DI GUA LEANG-LEANG
1. Religi
Religi masayarakat di gua leang-leang adalah menganut paham animisme (percaya terhadap roh nenek moyang) serta dinamisme ( percaya terhadpa benda-benda gaib).
2. Politik
Mereka diperkirakn hidup berkelompok, dan memilikh kepala suku yang dapat melindungi mereka dan mengatur hidup mereka serta memberikan rasa aman untuk kelompoknya.
3. Ekonomi
Kelompok yang hidup di goa leang-leang masih sederhana dengan mengandalakan berburu rusa atau babi hutan serta dilaut dengan mencari ikan.
4. Sosial
Mereka juga hidup dengan cara berpindah dari goa satu ke goa lain, untuk keamaa dan mencari sumber makanan yang kebih banyak.
5. Budaya
Karena meraka belum berfikir tentang bagimana lebih hidup lebih baik, mereka Cuma memikirkan bagaimana melindungi anggota lain serta non maden, sehingga bidaya mereka Cuma bentuk paham-paham sering pindah-pindah. Mereka juga sedah menghasilkan alat-alat berburu walaupun terbuat dari batu.
LEANG-LEANG |
LEANG-LEANG |
1. Selayang pandang
Prasejarah leang-leang merupakan objek wisata andalan kabupaten maros yang berada tidak jauh dari taman wisata alam air terjun bantimurung. Leang-leang dalam bahasa lokal yang berarti gua. Di sekitar taman prasejarah ini terdapat banyak gua yang memiliki peninggalan arkeologis yang sangat unik dan menarik.
TANGGA GUA |
Untuk melestarikan dan memperkenalkan gua-gua yang merupakan sumber informasi prasejarah tersebut, maka sejak tahun 1980-an pemerintah setempat mengembangkannya menjadi tempat wisata sejarah dengan nama Taman Wisata Prasejarah Leang-Leang. Saat ini, pemerintah setempat telah merencanakan membangun beberapa sarana dan prasarana di sekitar tempat wisata tersebut, seperti cottage, baruga (Gedung) pertemuan dan saluran air bersih.
B. Keistimewaan
Taman Prasejarah Leang-Leang yang terletak pada deretan bukit kapur yang curam ini merupakan obyek wisata yang memiliki nilai-nilai sejarah yang sangat menarik. Di tempat ini para pengunjung dapat menyaksikan berbagai macam peninggalan nenek moyang, seperti lukisan prasejarah berupa gambar babi rusa dan puluhan gambar telapak tangan yang melekat pada dinding-dinding gua. Gambar-gambar yang berwarna merah marum tersebut bahan pewarnanya terbuat dari bahan alami yang sulit terhapus. Menurut para ahli tangan, gambar telapak tangan tersebut adalah milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.
Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan berbagai peralatan yang terbuat dari batu, sisa-sisa makanan berupa tulang binatang dan benda-benda laut berupa kulit kerang yang berjumlah banyak. Di salah satu batu di mulut gua terlihat jelas kulit kerang terdapat menempel bersatu dengan batu gua itu. Para ahli memperkirakan bahwa berabad-abad lalu Kabupaten Maros merupakan lautan yang bersatu dengan Laut Jawa.
Di sekitar Taman Prasejarah Leang-Leang juga terdapat banyak gua-gua lainnya yang memiliki karakteristik berbeda dan menyimpan peninggalan prasejarah dengan masing-masing keunikannya, seperti: Leang Bulu Ballang yang menyimpan senjumlah mollusca, porselin dan gerabah, serta dinding-dindingnya dapat dimanfaatkan sebagai areal panjat tebing; Leang Cabu yang sudah sering dijadikan sebagai tempat latihan para pemanjat tebing, dan di hadapan mulut leang ini, tampak aktivitas pertambangan batu kapur serta hamparan sawah yang luas; dan Leang Sampeang yang memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh leang lainnya, yaitu terdapat gambar manusia berwarna hitam. Kesemua leang tersebut memiliki jarak yang relatif dekat antara satu dengan yang lainnya, sehingga mudah untuk dikunjungi.
C. Lokasi
Taman Prasejarah Leang-Leang terletak di Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
D. Akses
Taman Prasejarah Leang-Leang terletak sekitar 11 km dari Kota Maros. Jika berangkat dari terminal Daya Makassar menuju Pasar Maros, perjalanan dapat ditempuh selama 1 jam dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil pete-pete (mikrolet). Di Pasar Maros, kemudian naik pete-pete menuju Bantimurung. Di Bantimurung kemudian naik ojek selama 10 menit menuju Taman Wisata Leang-Leang.
E. Akomodasi dan Fasilitas
Di sekitar lokasi telah tersedia beberapa tempat menginap berupa wisma.
Peradaban manusia purba di gua leang-leang
Tanda peradaban yang sangat tua tersimpan di Taman Prasejarah Leang-Leang. Bukan fosil purba, melainkan lukisan di dinding gua. Para arkeolog memperkirakan, lukisan-lukisan itu dibuat 5.000 tahun silam. Ini adalah obyek wisata yang unik dan langka. Leang-leang merupakan bagian dari ratusan gua prasejarah yang tersebar di perbukitan cadas (karst) Maros-Pangkep. Leang dalam bahasa Makassar berarti gua (Bahasa Indonesia: liang yang berarti lubang). Obyek wisata prasejarah seperti Leang-leang jarang ditemui di dunia. Apalagi yang berada di kawasan karst luas. Gua-gua tersembunyi di antara batu-batu cadas yang menjulang dan kaya akan vegetasi serta biota. Lukisan dan peninggalan manusia prasejarah di Leang-leang memberikan petunjuk tentang peradaban nenek moyang manusia. Peninggalan arkeologis bercerita banyak hal. Adalah Van Heekeren dan Miss Heeren Palm, dua arkeolog Belanda, yang menemukan gambar-gambar pada dinding gua (rock painting) di Gua Pettae dan Petta Kere, dua gua di Leang-leang, pada tahun 1950. Gambar-gambar itu dominan berwarna merah. Mereka terkesima terhadap peninggalan prasejarah itu dan segera merekonstruksi cerita di balik pembuatan gambar-gambar itu.
Gua Pettae menghadap ke barat. Tinggi mulut gua delapan meter dan lebar 12 meter. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa lima gambar telapak tangan, satu gambar babi rusa meloncat dengan anak panah di dadanya, artefak serpih, bilah serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus menaiki 26 anak tangga. Sementara Gua Petta Kere berada 300 meter di sebelah Gua Pettae. Mulut gua menghadap ke barat. Terdapat teras pada mulut gua selebar satu atau dua meter yang berfungsi sebagai pelataran gua. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah dua gambar babi rusa, 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah, dan mata panah. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus mendaki 64 anak tangga.
Gambar-gambar pada dinding gua dan alat-alat yang mereka tinggalkan menceritakan kehidupan sosial mereka, termasuk aktivitas dari kepercayaan yang mereka anut saat itu. Salah satu gambar telapak tangan diperkirakan sebagai cap telapak tangan milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari. Ritual itu dilakukan sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.
Para arkeolog memperkirakan, gambar-gambar itu sudah berumur sekitar 5.000 tahun lebih. Gua-gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000- 3000 sebelum Masehi. Gambar-gambar yang berwarna merah marum terbuat dari bahan pewarna alami yang dapat meresap kuat ke dalam pori-pori batu sehingga tidak bisa terhapus dan bertahan ribuan tahun.
Keberadaan gua-gua tersebut juga menceritakan pola migrasi manusia prasejarah dan lingkungan saat itu. Pulau Sulawesi merupakan daerah lintasan strategis dalam jalur migrasi penduduk dari daratan Asia ke Pasifik selatan. Gua-gua adalah satu-satunya tempat yang ideal untuk berlindung, baik sebagai tempat tinggal ataupun sekedar transit. Sementara kulit-kulit kerang yang terdeposit di mulut gua menunjukkan, ketika manusia gua tinggal di tempat tersebut, permukaan air laut berada setinggi 80 meter dari daratan yang ada sekarang.
Pemandangan yang mengelilingi kawasan Leang-leang sangat indah. Yang paling terlihat adalah tebing-tebing curam yang menjulang tinggi. Ni Gan picnya bahwa manusia purba jaman dulu pernah tinggal di gua leang-leang silakan di lihat
Lokasi: Kelurahan Leang-Leang Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Luas Kawasan: sekitar 1,5 hektar
Jarak dan Waktu Perjalanan : Jarak yang harus ditempuh adalah 30 Km atau 1 jam dari Makassar ke Maros. Sedangkan jarak dari Maros ke lokasi situs adalah 13 Km atau sekitar 45 menit karena jalan yang dilalui kurang bagus. Jadi total keseluruhan jaraknya sendiri adalah 43 Km dan waktu perjalanan yang harus ditempuh adalah 2 jam.
Akses Kendaraan: Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Sedangkan jika ingin menggunakan pete-pete (angkot-red), rute yang harus ditempuh adalah: Pete-pete 05 - turun di Jalan Perintis Kemerdekaan - nyambung pete-pete jurusan Daya - turun di Terminal Daya - naik pete-pete jurusan Maros - turun di terminal Maros - naik pete-pete tujuan Bantimurung - turun di lorong menuju Leang-Leang - tiba di Leang-Leang. Bisa juga dengan langsung mengambil pete-pete jurusan Bantimurung dan turun di lorong menuju Taman Prasejarah Leang-Leang. Atau dengan mencarter mobil untuk menuju Taman Leang-Leang.
Hasil Pengamatan :
Taman Prasejarah Leang-Leang sebagai obyek wisata andalan Sulawesi Selatan, memiliki pemandangan yang cukup indah, dihiasi dengan tebing-tebing curam yang menjulang tinggi di sekitar taman, perkebunan di seberang jembatan yang ditanami sesuai musim serta pohon-pohon rindang. Memiliki hawa yang sejuk yang dipadukan dengan suara air sungai yang mengalir di taman prasejarah ini dan terdapat 4 gazebo yang bisa digunakan para pengunjung jika mengunjungi taman ini untuk sekedar duduk-duduk dengan keluarga atau pasangannya. Taman ini terdapat dua gua (leang) yang menjadi daya tarik utama para pengunjung. Dengan stalaktit indah yang terus meneteskan air.
Adapun dua gua tersebut adalah: Leang Pettae, terletak pada posisi astronomis 04º58'44.6"LS dan 119º40'30.5"BT dengan ketinggian 50 m dpl. Arah mulut gua menghadap ke sebelah barat dengan ukuran tinggi 8m dan lebar 12m. Suhu udara di dalam gua sekitar 30º C dengan kelembaban 70% dalam rongga gua, sementara kelembaban dinding gua berkisar antara 15% - 25%. Peninggalan-peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa 5 gambar telapak tangan, satu gambar babi rusa, artefak serpih bilah serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini kita harus menaiki beberapa tangga yang berjumlah 26 buah.
Gua ini merupakan awal dari penelitian-penelitian terhadap gua-gua prasejarah dan awal penemuan lukisan yang terdapat di Kabupaten Maros. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 1950 oleh Van Heekeren dan Miss Heeren Palm. Heekern menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat yang bagian dadanya terdapat mata panah menancap, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah.
Sejak itulah penelitian-penelitian di kawasan karst Maros-Pangkep dilakukan lebih intensif dan menghasilkan data yang melimpah tentang jejak hunian prasejarah di kawasan tersebut berdasarkan hasil pendataan terakhir yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar terdapat 100-an leang prasejarah yang tersebar di kawasan karst Maros-Pangkep.
Leang Petta Kere, berada 300 m di sebelah timur Leang Pettae pada posisi 04º58'43.2"LS dan 119º40'34.2"BT. Leang ini berada pada ketinggian 45 m dpl dan 10 m dpl. Meskipun berada pada tebing bukit, pada bagian pintu gua yang menghadap ke sebelah barat masih terdapat lantai yang menjorok keluar selebar 1-2 m dan berfungsi sebagai pelataran gua. Leang Petta Kere termasuk gua dengan tipe kekar tiang. Suhu udara di dalam gua sekitar 27 C dengan kelembaban rongga gua sekitar 65% sementara kelembaban pada dinding gua berkisar antara 17%-22%. Utuk mencapai gua ini kita harus menaiki anak tangga sebanyak 64 buah. Peninggalan yang ditemukan pada leang ini berupa 2 gambar babi rusa dan 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah dan mata panah
Mesolitihkum (batu tengah)
Ciri dari jaman ini adalah peralatan dari batu yang telah diasah bagian yang tajamnya. Jaman ini merupakan peralihan dari palleolithikum ke neolithikum. Yang menarik dari jaman messolithikum adalah ditemukannya tumpukan sampah dapur yang kemudian diberi istilah kjokkenmoddinger dan abris sous roche oleh penelitinya yaitu Callenfels (dijuluki bapak pra sejarah).
Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu, banyak dijumpai di pinggir pantai. Sedangkan abris sous roche adalah tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua. Cara hidup messolhitikum adalah sebagian masih food gathering dan berburu tetapi sebagian telah menetap dalam gua dan bercocok tanam sederhana (berladang) menanam umbi-umbian. Telah pula menjinakan hewan dan menyimpan hewan buruan sebagai langkah awal untuk berternak.
Mereka telah membuat gerabah, mengenal kesenian dalam bentuk lukisan di dinding gua (lukisan gua) ketika mereka telah menetap. Lukisan tersebut berupa gambar telapak tangan berlatar belakang warna merah, gambar babi rusa yang tertancap panah (di Gua Leang-leang – Sulsel), penelitinya dilakukan oleh Heekren Palm, 1950.
1. Sejarah Penemuan Gua Leang-Leang
Sebuah gua dengan stalaktif dan stalakmitnya yang menakjubkan dan apabila kita berada dalam gua tersebut serasa di alam mimpi..Beberapa kilometer sebelum jalan berbelok menuju ke Bantimurung terdapat Gua Leang Leang. Gua ini diperkirakan menjadi tempat kediaman manusia purba yang hidup di daerah ini pada masa 8000 hingga 30.000 tahun yang lalu. Di dalam gua terdapat lukisan tua yang dilukis pada dinding gua yang diperkirakan berusia 5000 tahun SM.
Di wilayah ini terdapat sedikitnya 60 gua. Salukan Karang adalah gua terbesar di wilayah ini dengan panjang mencapai 11 Km namun tidak semua pengunjung diperbolehkan masuk ke gua ini. Tempat yang disebut juga Taman Prasejarah Leang-leang ini terletak pada deretan bukit kapur yang curam dan para arkeolog berpendapat bahwa beberapa gua yang terdapat di sekitar kawasan tersebut pernah dihuni manusia yang ditandai dengan lukisan prasejarah berupa gambar babi rusa serta puluhan gambar telapak tangan yang ada pada dinding- dinding gua. Selain lukisan prasejarah, juga terdapat benda laut berupa kerang yang menandai bahwa gua tersebut juga pernah terendam dan dikelilingi oleh laut.
Obyek Wisata Alam Gua Pattunuang selain kaya akan stalaktit dan stalakmit yang menakjubkan, juga panorama alam sekitarnya sangat menawan dan indah. berbagai spesies flora dan fauna yang tergolong langka dapat dijumpai ditambah dengan bentangan pegunungan yang curam dan bertebing. Gua leang-leang mulai dipugar pada tahun 1977 lalu diresmikan 10 januari 1980 oleh Menteri Dr. Da’ Yusuf. Dan dijadikan taman wisata yang dilindungi.
2. Para Ahli Melakukan Penelitian Di Gua Leang-Leang
Gua ini merupakan awal dari penelitian-penelitian terhadap gua-gua prasejarah dan awal penemuan lukisan yang terdapat di Kabupaten Maros. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 1950 oleh Van Heekeren dan Miss Heeren Palm. Heekern menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat yang bagian dadanya terdapat mata panah menancap, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah. Sejak itulah penelitian-penelitian di kawasan karst Maros-Pangkep dilakukan lebih intensif dan menghasilkan data yang melimpah tentang jejak hunian prasejarah di kawasan tersebut berdasarkan hasil pendataan terakhir yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar terdapat 100-an leang prasejarah yang tersebar di kawasan karst Maros-Pangkep.
3. Peninggalan-Peninggalan Budaya Di Gua Leang-Leang
Leang Petta Kere, berada 300 m di sebelah timur Leang Pettae pada posisi 04º58'43.2"LS dan 119º40'34.2"BT. Leang ini berada pada ketinggian 45 m dpl dan 10 m dpl. Meskipun berada pada tebing bukit, pada bagian pintu gua yang menghadap ke sebelah barat masih terdapat lantai yang menjorok keluar selebar 1-2 m dan berfungsi sebagai pelataran gua. Leang Petta Kere termasuk gua dengan tipe kekar tiang. Suhu udara di dalam gua sekitar 27 C dengan kelembaban rongga gua sekitar 65% sementara kelembaban pada dinding gua berkisar antara 17%-22%. Utuk mencapai gua ini kita harus menaiki anak tangga sebanyak 64 buah. Peninggalan yang ditemukan pada leang ini berupa 2 gambar babi rusa dan 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah dan mata panah.
Yang ada didalam gua leang –leang adalah :
- Telapak tangan
- Gambar babi rusa yang didadanya terdaat tancapan panah
- Gamabar babi
- Alat-alat mata panah
- Kapak dari batu
- Oker untuk pewarna merah
- Fosil-fosil sisa makanan berpa kulit kerang
4. Arti Dan Makna Hasil-Hasil Budaya Di Gua Leang-Leang
Dari penemuan-penemuan yang didaptkan dalam gua leang-leang diperkirakan bahwa manusia yang hidup pada saman itu masih menggunakan alat pemotong tradisional, dan mereka sudah mengenal tentang berburu tapi masih pindah-pindah.
Gambar telapak tangan dipercaya sebgai penolak bala roh jahat yang akan mengganggu. Babai rusa yang didadanya tertancapa panah sebagai symbol saaat berburu bias berhasil. TElapak tangan yag berjari empat di yakini sebagai bentuk turut berkabung jika ada anggota yang meninggal.
ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DI GUA LEANG-LEANG
1. Religi
Religi masayarakat di gua leang-leang adalah menganut paham animisme (percaya terhadap roh nenek moyang) serta dinamisme ( percaya terhadpa benda-benda gaib).
2. Politik
Mereka diperkirakn hidup berkelompok, dan memilikh kepala suku yang dapat melindungi mereka dan mengatur hidup mereka serta memberikan rasa aman untuk kelompoknya.
3. Ekonomi
Kelompok yang hidup di goa leang-leang masih sederhana dengan mengandalakan berburu rusa atau babi hutan serta dilaut dengan mencari ikan.
4. Sosial
Mereka juga hidup dengan cara berpindah dari goa satu ke goa lain, untuk keamaa dan mencari sumber makanan yang kebih banyak.
5. Budaya
Karena meraka belum berfikir tentang bagimana lebih hidup lebih baik, mereka Cuma memikirkan bagaimana melindungi anggota lain serta non maden, sehingga bidaya mereka Cuma bentuk paham-paham sering pindah-pindah. Mereka juga sedah menghasilkan alat-alat berburu walaupun terbuat dari batu.